Abu Nawas dikenal sebagai seorang sufi. Yang berasal dari Persia lahir pada 750 M di kota Ahvad dan meninggal pada tahun 819 M di Negeri Bagdad. Ketika beranjak dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa. Selama di sana ia bergaul dengan orang-orang badui padang pasir sehingga lama kelamaan ia menjadi lancar berbahasa Arab dan dapat mengikuti kebiasaan orang-orang Arab layaknya seorang pribumi, setelah tinggal lama bersama orang-orang badui, Abu Nawas dan keluarga kemudian menetap di Bagdad hingga ia meninggal di sana.
Abu Nawas merupakan seorang pujangga Arab dan sebagai salah seorang penyair klasik terbesar sastra Arab. Salah satu yang diyakini sebagai syairnya yang sangat terkenal dan sering kita dengarkan adalah: “Ilaahii lastu lil firdausi ahlaan wa laa aqwaa ‘alaa naaril jahiimi.....dst.” Artinya: “Ya Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat masuk neraka jahim...dst.”
Menurut cerita, syair di atas merupakan ungkapan tobatnya kepada Allah SWT, karena ketika masa mudanya banyak yang menyebutkan jika Abu Nawas banyak menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dengan kehidupan duniawi dan banyak melakukan hal-hal yang di luar pikiran dengan perilaku jenakanya. Ketika berpindah ke Bagdad, Abu Nawas dikenal dekat dengan khalifah Harun Al Rasyid, sehingga banyak cerita jenaka Abu Nawas yang berhubungan dengan Raja Harun Al Rasyid.
Kisah-kisah asli Abu Nawas berasal dari sebuah buku dongeng Alfu Lailatin Wa Lailah (Kisah Seribu Satu Malam). Dari kisah asli tersebut lahir kisah-kisah baru dengan cerita yang berbeda-beda pula, baik secara tertulis maupun yang pernah diceritakan secara lisan.
Alkisah, pada suatu malam dalam tidurnya Baginda Raja Harun Al Rasyd bermimpi bertemu seorang lelaki tua, dalam mimpinya laki-laki itu tua berpesan kepadanya jika negeri yang dipimpinnya akan ditimpa musibah. Oleh sebab itu, agar dapat menghindari bencana itu ia harus mengusir seorang penduduk negerinya yang bernama Abu Nawas. Esoknya setelah ia terbangun baginda raja mulai gelisah hatinya mengingat mimpi yang dialami semalam, ia kemudian memerintahkan kepada pesuruhnya untuk menghadirkan Abu Nawas ke istana.
Tatkala Abu Nawas telah berada di istana, baginda kemudian berkata kepada Abu Nawas:
“Hai Abu Nawas, semalam aku bermimpi yang sangat aneh dan aku merasakan jika mimpi itu adalah suatu pertanda buruk bagi negeriku. Dalam mimpiku aku bertemu seorang laki-laki tua yang memakai pakaian serba putih. Ia mengatakan kepadaku jika negeri ini akan ditimpa bencana yang sangat besar . Agar itu tidak terjadi, ia berpesan agar aku mengusir seorang rakyatku dari negeri ini yang bernama Abu Nawas, dan ia juga mengatakan jika Abu Nawas itu ingin kembali maka hendaklah dia tidak berpijak di atas bumi atau mengendarai tunggangan apapun, tapi jika ia tidak bisa melakukan seperti itu maka ia tidak boleh lagi kembali ke negeri ini. Oleh sebab mimpi itu maka aku yakin ada sebuah kesialan atas dirimu. Maka aku memutuskan untuk mengusirmu dari negeri ini,” kata baginda.
Dengan perasaan yang berkecamuk setelah mendengarkan perintah baginda raja atas pengusiran dirinya, Abu Nawas kemudian meninggalkan istana dan kembali ke rumah. Ia menceritakan kepada istrinya tentang apa yang telah dititahkan raja kepadanya, Istrinya merasa sangat sedih. Abu Nawas kemudian pergi meninggalkan keluarganya dengan bekal yang dibawa seadanya. Ketika dalam perjalanan ia terus memohon kepada Tuhan agar diberi petunjuk, iapun terus memutar otaknya agar dapat keluar dari masalah itu.
Abu Nawas terus berjalan tanpa tujuan yang pasti hingga ia berada disebuah negeri. Selama beberapa hari disana ia terus berpikir bagaimana cara ia kembali ke Negeri Bagdad tanpa melanggar apa yang telah dipesankan raja kepadanya, yaitu tidak boleh menginjak bumi dan tidak pula mengendarai tunggangan apapun.
Bukan Abu Nawas namanya jika ia memiliki keputus asaan. Abu Nawas tidak berputus asa atas apa yang telah menimpanya. Meskipun alasan yang membuat ia diusir sama sekali tidak masuk akal, ia menerimanya dengan ikhlas, selalu berdoa kepada Allah dan berpikir untuk bisa keluar dari setiap masalah yang menimpanya.
Tibalah pada suatu hari ia merasa rindu berat kepada keluarganya di Negeri Bagdad. Namun ia belum menemukan cara untuk kembali, hingga pada suatu hari lain tiba-tiba dia menemukan sebuah cara yang sangat masuk akal dan tidak membuatnya melanggar perintah raja. Setelah ia menemukan cara tersebut, Abu Nawas segera mempersiapkan segala sesuatu dan bersiap-siap untuk kembali ke kampung halamannya.
Kabar kembalinya Abu Nawas mulai tersebar dalam negeri hingga ke telinga baginda. rakyat menyambut gembira kepulangan Abu Nawas karena kecintaan akan dirinya, Baginda raja juga ikut senang, tapi dalam suasana yang berbeda. Jika rakyat senang karena mereka menyukai Abu Nawas, baginda raja senang karena kali ini ia dapat leluasa memberi hukuman kepada Abu Nawas, baginda berpikir pasti mustahil Abu Nawas dapat kembali tanpa berpijak pada bumi atau menunggangi sesuatu.
Tibalah Abu Nawas di istana dan menghadap baginda raja. Kehadirannya di istana membuat baginda raja sangat kaget ketika melihat Abu Nawas bergelantungan mengikat dirinya di bawah seekor keledai, dan kemudian Abu Nawas berkata kepada baginda raja,
“Wahai Baginda Raja bukankah engkau telah mengusirku dari negeri ini, dan melarangku kembali dengan berjalan memijak bumi dan tidak pula boleh menunggang apapun. Maka oleh sebab itu aku telah kembali dengan tidak memijak pada bumi dan tidak pula menunggung apapun, kecuali aku bergelantungan di bawah perut keledai.”
Melihat tingkah polah dan alasan yang diberikan Abu Nawas, Baginda raja pun merasa masuk akal dan sangat memuaskan beliau. Akhirnya Abu Nawas bisa kembali ke keluarganya dan terbebas dari hukuman baginda raja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar