Sabtu, 28 April 2018

MENOLAK JADI QADHI (Kisah Abu Nawas)

Pada suatu hari ayah Abu Nawas bernama Maulana yang sudah tua dan sakit parah dan akhirnya meninggal dunia di istana, ayah Abu Nawas adalah seorang kadi kerajaan yang juga menghambakan diri pada Baginda Raja  Harun Al Rasyid .

Abu Nawas dipanggil ke istana. la diperintah baginda untuk mengubur jenazah ayahnya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tata cara memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan mendo'akannya, melihat itu, maka baginda pun bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi pengganti ayahnya sebagai kadi kerajaan.

Kabar tentang akan dipilihnya sebagai kadi mengantikan ayahnya pun sampai ketelinga Abu Nawas. setibanya dirumah setelah selesai dari upacara pemakaman ayahnya, Abu Nawas pun tiba-tiba mulai bertingkah aneh tidak seperti biasanya. Abu  Nawas mengambil sepotong batang pisang dan mulai menunggangi pohon tersebut layaknya kuda sambil berlari lari, berteriak-teriak.

Melihat tingkah aneh Abu Nawas, orang-orang pun merasa sangat heran dan banyak diantara mereka menyangka jika Abu Nawas sudah gila.

Pada hari berikutnya, Abu Nawas mengajak anak-anak kecil beramai-ramai menuju makam ayahnya dengan membawa segala macam alat-alat permainan. Sesampai di makam tersebut ia kemudian mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita di atas kuburan ayahnya. Semua orang pun semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka menganggap jika Abu Nawas sudah benar-benar menjadi gila karena kematian ayahnya.

Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Baginda Harun Al Rasyid datang menemui Abu Nawas, alangkah terkejutnya mereka melihat tingkah Abu Nawas yang sudah berubah, salah satu dari mereka pun berkata menyampaikan perintah baginda,

"Hai Abu Nawas kami diutus untuk membawa mu untuk menghadap ke istana,"  kata utusan baginda.

"Buat apa baginda memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya,"  jawab Abu Nawas dengan enteng.

"Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu," kata utusan.

"Hai tuan utusan, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan di sungai supaya bersih dan segar."Kata Abu Nawas sambil menyodorkan sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan.

Para utusan hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan aneh Abu Nawas.

"Abu Nawas, kau mau apa tidak menghadap baginda?"  Kata utusan.

"Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mau."  Kata Abu Nawas.

"Apa maksudnya Abu Nawas?"  Tanya utusan penasaran.

"Sudah pergi sana, bilang saja begitu kepada rajamu,"  sergah Abu Nawas sembari menyaruk pasir debu dan melemparnya ke arah para utusan. Mereka pun segera pergi  meninggalkan Abu Nawas dan melaporkan kejadiannya pada baginda raja. Baginda begitu marah mendengar laporan utusan,

"Kalian bodoh semua, menghadapkan Abu Nawas kemari saja tak bisa! Cepat kembali ke rumah Abu Nawas, bawa dia kemari dengan suka rela ataupun terpaksa." Perintah baginda.

Para utusan pun kembali kerumah Abu Nawas dengan mengajak beberapa prajurit istana. Mereka kemudian membawa Abu Nawas dengan paksa dan dihadapkan pada baginda.

Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas bertingkah aneh bahkan tambah ugal-ugalan, layaknya seorang yang benar-benar sudah gila.

"Abu Nawas bersikaplah sopan!"  Tegur Baginda.

"Ya Baginda, Baginda tahukah Anda....?"

"Apa Abu Nawas...?" Tanya baginda.

"Baginda... terasi itu asalnya dari udang !"

"Kurang ajar kau menghinaku Nawas !" Kata baginda marah.

"Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi?"

Baginda merasa dilecehkan, ia pun naik pitam dan segera memerintah kepada para pengawalnya untuk memukul Abu Nawas sebanyak 25 kali.

Abu Nawas akhirnya lemas tak berdaya dipukuli pengawal raja. Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar dari istana.

Abu Nawas pun segera beranjak keluar istana, tetapi ketika sampai di pintu gerbang kota, ia dicegat oleh seorang penjaga.

"Hai Abu Nawas! Tempo hari dulu ketika kau hendak masuk ke kota ini kita pernah membuat perjanjian. Aku yakin engkau tidak lupa dengan janji mu bahwasanya jika engkau diberi hadiah oleh Baginda maka engkau berjanji akan membagi dua dengan ku. Nah, sekarang mana bagianku itu?" Tanya penjaga pintu gerbang.

"Hai penjaga, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah  yang diberikan baginda kepadaku tadi?"

"lya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?" Jawab penjaga.

"Baik, aku akan berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!" Kata Abu Nawas.

"Ternyata kau sangat baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, engkau kan sudah sering menerima hadiah dari Baginda." Kata penjaga itu gembira.

Tanpa banyak bicara lagi Abu Nawas langsung mengambil sebatang kayu yang agak besar lalu penjaga itu dipukulinya sebanyak 25 kali. Penjaga itu menjerit-jerit kesakitan sampai lemah lunglai dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila. Setelah selesai  Abu Nawas meninggalkannya begitu saja, ia terus melangkah pulang ke rumahnya. Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada baginda raja.

"Ampun beribu ampun tuanku. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang telah memukul  hamba sebanyak dua puluh lima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohom keadilan dari Tuanku Baginda." Kata penjaga itu.

Baginda pun segera memerintahkan pengawal untuk membawa Abu Nawas. Setelah Abu Nawas dihadapkan ia ditanya,

"Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah memukuli penjaga gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima kali pukulan?" Tanya baginda.

Dalam keadaan masih berpura-pura gila, Abu Nawas menjawab,

"Baginda, hamba melakukannya karena sudah sepatutnya dia menerima pukulan itu." 

"Apa maksudmu? Coba engkau jelaskan sebab musababnya kau memukuli orang itu?" Tanya baginda.

"Hamba dan penjaga pintu gerbang ini telah membuat perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh baginda maka hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagian untuknya satu bagian untuk hamba. Nah pagi tadi hamba menerima hadiah dua puluh lima kali pukulan, maka hamba berikan pula hadiah dua puluh lima kali pukulan kepadanya."Jawab Abu Nawas sambil tertawa-tawa bak orang gila.

"Hai penjaga pintu gerbang, benarkah engkau telah mengadakan perjanjian seperti itu dengan Abu Nawas?"Tanya baginda.

"Benar Tuanku," jawab penunggu pintu gerbang.

"Tapi hamba tiada mengira jika Baginda memberikan hadiah pukulan padanya." Tambah penjaga itu.

"Hahahahaha.....Dasar tukang peras, sekarang kena batunya kau!" Sahut Baginda.

"Abu Nawas tiada bersalah, bahkan sekarang aku tahu bahwa engkau adalah orang yang suka memeras orang! jika perilakumu masih begitu, maka aku akan memecat dan menghukummu.!" Kata baginda.

"Ampun Tuanku," sahut penjaga pintu gerbang dengan gemetar.

Abu Nawas kemudian berkata,

"Tuanku, hamba sudah lelah, sudah mau istirahat, tiba-tiba dibawa paksa kesini, padahal hamba tiada bersalah. Hamba mohon ganti rugi. Sebab jatah waktu istirahat hamba sudah hilang karena panggilan baginda. Padahal besok hamba harus mencari nafkah."

Sejenak Baginda melengak, terkejut atas protes Abu Nawas, namun tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak,

"Hahahaha...Jangan kuatir Abu Nawas." Kata baginda.

Baginda kemudian memberikan sekantong dinar kepada Abu Nawas. Abu Nawas pun pulang dengan hati gembira tapi tetap bertingkah seperti orang gila.

Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid mengadakan rapat dengan para menterinya mengenai Abu Nawas yang rencananya akan diangkat menjadi kadi kerajaan.

"Apa pendapat kalian mengenai Abu Nawas yang hendak kuangkat sebagai kadi?" Tanya baginda.

Salah satu menteri berkata,

"Melihat keadaan Abu Nawas yang semakin aneh tingkahnya, maka sebaiknya  tuanku mengangkat orang lain saja menjadi kadi."

berkata menteri lain,

"Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tak layak menjadi kadi."

Semua menteri memberikan pendapat yang sama.

"Baiklah, kita tunggu dulu sampai 21 lagi, karena sekarang bapaknya baru saja meninggal dunia. Jika selama 21 hari lagi tidak sembuh-sembuh juga barulah kita akan memilih orang lain saja." Kata baginda.

Sebulan lebih waktu berjalan, namun Abu Nawas masih bertingkah gila, maka baginda pun mengangkat orang lain menjadi kadi kerajaan. Konon kadi yang dipilih seseorang bernama Polan, tidak lain memang merupakan orang yang sangat berambisi untuk menjadi kadi. Karena Abu Nawas tidak jadi diangkat, si Polan pun mempengaruhi orang-orang di sekitar baginda untuk memilih dan mengangkatnya menjadi kadi.

Begitu mendengar jika kadi baru sudah diangkat, Abu Nawas pun kembali bersikap normal. Ia sangat bersyukur karena terlepas dari bala yang mengerikan. Akan tetapi ia sedikit menyesali karena ia mengatahui bahwa kadi yang dipilih memiliki perangai buruk.

Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila?

Ceritanya pada suatu hari ketika ayahnya Abu Nawas yang sudah tua dan mulai sakit parah, Abu Nawas dipanggil untuk menemui ayahnya tersebut, karena ayahnya ingi menyampaikan beberapa pesan padanya sebulum meninggal dunia.

Berkata ayahnyanya,

"Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang cobalah engkau cium telinga kanan dan telinga kiriku ini."

Abu Nawas segera menuruti permintaan ayahnya. la mencium telinga kanan bapaknya, ternyata mengeluarkan bau harum,  sedangkan yang sebelah kiri mengeluarkan bau  busuk.

"Bagamaina anakku? Sudah kau cium? Ceritakankan dengan sejujurnya, bau kedua telingaku ini." kata ayahnya.

"Sungguh mengherankan, yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi... yang sebelah kiri baunya amat busuk?" Kata Abu Nawas heran.

"Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?" tanya ayahnya.

"Wahai bapakku, cobalah ceritakan kepadaku." Kata Abu Nawas.

Ayahnya kemudian berkata,

"Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tidak suka maka tidak kudengar pengaduannya. Inilah resiko menjadi kadi (penghulu). Jia kelak kau suka menjadi kadi maka kau akan mengalami hai yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar engkau tidak dipilih sebagai kadi oleh Baginda Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak baginda pastilah akan tetap memilihmu sebagai Kadi." Jelas ayah Abu Nawas.

Dari pesan ayahnya itulah Abu Nawas sudah mempersiapkan rencana yang matang, jika nanti ayahnya telah tiada. Hanya untuk menghindarkan diri agar tidak diangkat menjadi  kadi, seorang kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara. Walaupun  Abu Nawas tidak menjadi kadi namun dia sering diajak konsultasi oleh baginda raja untuk memutus suatu perkara.  Bahkan ia kerap kali dipaksa datang ke istana hanya sekedar untuk menjawab pertanyaanbaginda raja yang  aneh-aneh dan tidak masuk akal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar